26.5.07

Kisah dari Pemalang

Senyumnya menandakan bahwa dia siap untuk membuka percakapan. Sebuah senyum dari wajah yang penuh garis-garis keriput dan bulu yang tumbuh disekitar bibir. Usianya sudah lebih dari setengah abad. Sauhari. Pria ini dengan antusias bercerita tentang kehidupan. Hiro berusaha menebak tanah lahir pria ini berdasarkan logatnya. Tegal.

"Coba tebak sudah berapa usia saya?", ujar Sauhari.
"Lima lima..."

Dia terkekeh,"Saya baru lima dua."

Dalam hati Hiro terkekeh. Mengumpati dirinya yang telah sangat kurang ajar menebak orang lain lebih tua dari usianya. Sementara orang itu sepertinya menganggap dirinya masih terlihat muda.

"Tigapuluhdua tahun yang lalu saya sudah mulai hidup di kota ini."
"Jadi sudah tigapuluhdua tahun di Jakarta?"
"Ya!!"

Kemudian akhirnya Hiro mendapati Sauhari bukan berasal dari Tegal tetapi Pemalang. Sebuah kota pesisir tidak jauh dari Tegal sekitar tigapuluh kilometer. Sauhari bertutur bahwa dia sangat bersyukur dengan apa yang telah diterimanya. Sebagai seorang kuli, demikian dia menyebut profesinya, dia berhasil membesarkan anak-anaknya. Yang besar menjadi lurah di kampungnya, yang nomer dua menjadi anggota kesatuan marinir dan yang terakhir sudah menjadi guru.

"Suatu ketika ada kerabat yang sakit. Kemudian dia dibawa ke Banten. Kyai disana menolak melakukan pengobatan. Karena apa? Karena beliau tahu bahwa Pemalang mempunyai ilmu yang lebih tua di banding ilmu dari Banten. Dia mau melakukan pengobatan asalkan si sakit sudah mendapat izin dari tetua di Pemalang. Jarang orang yang tahu, bahwa Pemalang mempunyai sejarah ilmu spiritual yang cukup tua. Ada lagi kisah tentang tiga jembatan di Pemalang. Tiga jembatan ini tidak bisa direnovasi, kecuali oleh orang yang ilmunya setara dengan pembuatnya yang terdahulu. Tahukah kamu bagaimana caranya jembatan itu bisa berdiri hanya dalam satu hari saja? Si insinyur telah mempekerjakan orang-orang di seluruh Pemalang untuk bahu-membahu membangunnya. Dan tak ada seorangpun yang sadar bahwa mereka ikut membangun jembatan itu. Baru keesokan harinya badan mereka sakit semua. Sampai sekarang, jembatan itu masih ada. Tidak ada logika yang bisa membenarkan kejadian itu. Tapi itu nyata."

Sambil menikmati menu makan malamnya, ketoprak, Hiro mendengarkan sambil manggut-manggut. Tak terasa malam jadi semakin tua.

Hiro berpamitan pada Sauhari. Dan mendapat pengetahuan bahwa: ilmu spiritual dari Pemalang adalah ilmu yang cukup tua.

Lumayanlah... besok cerita lagi pak Sauhari.
Namaskar!!

No comments:

Post a Comment