Wanita pada Malam

Sudah sekian ratus kali jalanan ini Hiro lalui bersama malam. Perasaannya hampir selalu ditemani oleh sepi. Oleh desir angin malam. Awan hitam. Kadang bintang-bintang bermunculan. Kadang diselingi oleh lalu lalang beberapa kendaraan. Mobil, motor, becak, sepeda. Bahkan orang-orang pinggiran.

Mereka semua menuturkan penggalan-penggalan cerita rekaan di kepala. Terhadap Hiro, malam dan angin dan bintang, menuturkan ‘diam’ mereka.

“ hai … “
“ cantikkah diriku?”
“ cantik dimananya, kamu kan malam, kamu kan hitam?”
“ dasar manusia, terlalu sibuk kamu memikirkan keduniawian, cantikah
diriku?”
“ uhhh … luweh wae lah!!”

Setiap malam memaki Hiro karena ketidak-mau-tahu-an-nya. Padahal tanpa sepengetahuannya. Hiro mengaguminya. Mengagumi setiap tiupan dan belaiannya. Mengagumi hitamnya. Bintangnya. Bahkan ketika Hiro memejamkan mata, suara-suara binatang malam begitu jelas terdengar di telinga ini. Di sela-sela musik cadas yang kudengar. Ada teriakan-teriakan jangkrik dan katak.
Hingga pada suatu ruang dan waktu …
Sesosok tubuh indah dan wajah menawan menghampirinya. Sesosok tubuh dengan lekuk yang cukup berbeda denganku. Dengan tekstur [tonjolan] yang berbeda di bagian-bagian tertentu dengannya. Dengan segala perbedaan itu dia disebut seorang wanita.

“ hiii…sini donk duduk dekat aku”
“ okay …!!”
“ cium dong …”
“ hah!!! Cium?”
“ malu, ya? Tidak perlu malu, sini!!”

maka jadilah Hiro bak seorang tarzan yang bertemu dengan jane. Seorang manusia hutan yang hampir pasti tak tersentuh peradaban dan tak mengenal apa itu yang di sebut ‘wanita’.

“ kamu kaku amat sih? Katanya jago kalau soal ciuman!”
“ hmmm… masa sih?”
“ sini aku ajari …!!! Diam ya …?”
“ ……………….???”
“ aku bilang diam aja, ya diam…”
“ ……………..???”
“ naaahh gitu udah mulai pinter sekarang…”

Dan sang waktu bergulir …
“ kamu begitu berarti untuk ku!”
“ kamu juga”
“ ah kamu bohong, ngaku aja, kamu masih suka padanya!!”
“ gak, kok!!”
“ masa sih?
“ bener, sumpah deh!!”
“ huhhhhh!!! Gaaaaaaakkkkk percaaayaaaaaa!!!”

Wanita. Species ini memang benar-benar aneh. Apakah karena mungkin karena masa lalunya yang penuh luka? Apakah karena ‘akumulasi’ dari kejenuhannya terhadap hidup? Tak pernah habis satu pertanyaan dijawab. Tak pernah habis.

“ kelak kalau aku ternyata tidak kawin sama kamu, aku tetep mau pacaran
sama kamu!!”
“ he? Kan udah kemaren malam?”
“ kawin sayannnnkkkkkkk!!! Bukan ‘kawin’ !! belaga bego kamu!!”
“ hah !! masih tetep pacaran?”
“ tuh kan, kamu gak mau!!”
“ mau-mau-mau!!”
“ bener yah!!! Kita kan langgeng!!”
“ hmmm ….”
“ kok jadi mendehem sih? Harus mau, donk!!!”

Hiro semakin dibuat ‘termehek-mehek’ olehnya. Oleh seorang wanita yang indah dan menawan dan terluka dan ragu-ragu.
Dan dan dan ….
Hanya dan.

Pada satu titik tertentu dalam rentetan sang waktu, malam bertutur kepada Hiro.

“ kamu memang benar-benar manusia biasa !”
“ memang kenapa?”
“ cantikkah aku?”
“ lah jelas cantik pacarku, donk!! Gimana sih kamu!!”
“ huh dasar manusia !!”
“ uuh …dasar malam !!!”

Maafkan aku, malam. Karena telah melukisnya dalam dirimu. Telah menumpuki mu dengan indah wajahnya, dengan bayang tubuhnya, dengan pekertinya.

Semoga kamu mengerti, wahai malam, aku sungguh menyayanginya …
Semoga mengertilah juga, engkau, wahai sang waktu.Semoga.