24.11.07

Aku Kamu Kutu

Saat ini, rasanya Hiro tidak kemana-mana. Hanya terpaku di satu titik saja. Tak bergerak…stagnan…macet. Sepertinya hidup dalam satu waktu yang diam. Hiro jarang sekali berpergian. Kosa kata yang Hiro miliki sangat terbatas. Hiro bahkan tidak tahu nama jalan di kotanya sendiri. Ada keinginan untuk menjelajah, seperti layaknya seorang pengembara yang mencari ke-arif-an. Namun begitu, ada pendapat yang mengatakan bahwa pengembaraan adalah salah satu bentuk pelarian diri dari sebuah masalah. Dari segi ini rasanya Hiro seperti jagoan saja. Itu berarti Hiro selalu menghadapi persoalan. Karena Hiro tidak kemana-mana. Hanya disini saja.

Beberapa tahun yang lalu Hiro cukup sering bepergian. Melancong ke kota lain di negeri ini. Tapi rasanya kok ga ada asyiknya. Sementara orang lain merasa asyik dan menikmati perjalanan mereka. Mereka bercanda, tertawa, bernyanyi dan menari. Sementara Hiro hanya bisa tersenyum melihat keceriaan itu. Ingin rasanya terlibat. Tapi Hiro takut kehilangan moment tersebut. Jadi Hiro memutuskan diri untuk menjadi spectator. Tanpa harus terlibat pada keceriaan-keceriaan tersebut. Mungkin jika Hiro terlibat, Hiro akan merasa kehilangan karena pasti waktu akan melumatnya seiring perjalanan itu.

“ Bagaimana sih rasanya pergi melancong?”

“ Wah enak lho…apalagi ada orang yang kita sukai ….rasanya asyik banget..! Kita jadi ga merasa akan bepergian jauh. Lagian tujuan kita kan buat bersenang-senang? Buat apa kita buang-buang waktu dan uang hanya untuk mendapat kesedihan? Kita nikmati dong perjalanan kita!!”.

“Atau begini … perjalanan adalah sesuatu yang berbau spirit atau ide. Kamu tidak perlu melakukan perpindahan raga.”, ujar seorang teman sufi.

“Aduh! Bagaimana? Kok jadi rumit?”.

Hiro mulai tertarik dengan pendapat orang tersebut. Pikirnya …wah gila nih si sufi. Ia menjelaskan bahwa bepergian tidak perlu sarana fisik apapun. Cukup dengan jiwa. Biarkan jiwa kita mengembara kemana saja dia suka.

Sebernarnya Hiro tak sanggup melakukannya. bagaimana bisa? Jiwa? Apakah itu? Apakah sama dengan pikiran? Bukan? Lantas apa? Sesuatu yang bukan fisik, bukan materi, tidak dapat di pegang, fisik adalah seperti kita memegang tangan kita? Jiwa? Tak terpegang!

Hmmm…it’ s too heavy.

Akhirnya … cuma sebatas pikiran. Pikiran ini mengembara kemana saja. Khayal. Bayang-bayang. Atau bahkan mungkin absurd.

Pernahkah kamu dibawa pergi ke alam lain oleh sebuah tulisan ketika sedang membaca novel? Ketika sedang mendengar lagu, menonton film, bermain game?.

Mengembara adalah satu bentuk pencarian suasana baru dimana kita saat merasa muak dan bosan. Tapi Hiro tak pernah kemana-mana. Hanya di kota ini saja. Terpaku. Di satu titik. Diam. Tapi tidak pilu.


***

Seekor kutu di helaian bulu seeokor kucing sedang mencoba merangkak naik ke atas. Mencoba mengintip-intip. Ada apa di luar sana. Selama ini dia hanya berkutat di daerah akar bulu halus sang kucing. Ketika sampai di atas dia benar-benar terkejut. Ada banyak sekali bentuk-bentuk benda yang selama ini belum dia kenali. Sebuah, sebuah, sebuah, sebuah dan banyak lagi, menjadi berbuah-buah. Dia benar-benar terkesiap. Entah apa yang dirasakannya. What a world!! Takjub!! mungkin.

Sesaat kemudian dia tersadar. Apakah kekasihnya yang nun jauh disana juga sudah pernah melihat hal-hal semacam ini. Karena memang benar, dia sangat jarang sekali bertemu dengan kekasihnya. Tempat kekasihnya tinggal juga tidak berbeda jauh dengan dirinya. Di tempat yang berbulu juga, namun bulu itu terkesan megah kutu-kutu sering menyebutnya bulu metropolitan. Pergaulan kutu metropolitan. Free sex metropolitan. Stylissymo. Namun demikian sepertinya kekasihnya tidak begitu tahu dunia luar juga. Karena mungkin dia lagi sibuk bekerja. Sibuk dengan ke-metropolitan-nnya. Ngeri sang kutu memikirkan hal itu.

“hmmm…ternyata ada banyak benda di luar sana. Aku harus menulis surat buat kekasihku. Aku akan mengajaknya mengembara ke luar sana.”

“ah… tapi apa enaknya. Disini aku sudah begitu nyaman!”

“tak ada salahnya aku menulis surat buatnya, tentang apa yang sudah kulihat.”

Dan si kutupun turun untuk menulis surat kepada kekasihnya.
Dia ingin berbagi. Walau sekedar bertutur.

***

Hiro masih terpekur melihat seekor kutu yang dengan berani-beraninya nongol di bulu kucing piaraannya. Hiro akan membunuhnya, memlithesnya, dengan sekali gencet.CET!! tapi niatnya diurungkan.

“wah kutu kurang kerjaan nih!!.”

Sejurus kemudian Hiro tersenyum. Jangan-jangan dia lagi ingin jalan-jalan. Mencoba sesuatu yang baru. Biarlah, toh si kucing sendiri tidak keberatan. Kulihat saja ketika si kutu bergerak turun dan hilang ditelan bulu-bulu halus si kucing.

Kembali Hiro terpekur.
Seorang tokoh eksistensialis, entah siapa namanya, mengatakan bahwa manusia menjadi sangat tertekan ketika dia tahu bahwa pada akhirnya dia akan mati. Dan Hiro tidak kemana-mana. Hanya disini saja. Tapi kutu bukan manusia. Tapi eksis. Tapi …

***

Hiro mengelus bulu halus kucingnya.

Kutu merasakan ada sebuah goncangan maha dahsyat.
Kiamatkah? Pikirnya.

Hiro masih mengelus bulu halus kucingnya.

Kutu berpikir masih sempatkah ia menulis surat?
Bercerita banyak pada kekasihnya yang nun jauh disana?


***

kekasih tolong beri tahu.
Apa yang akan kamu lakukan,
Jika kamu menjadi aku.

Apa yang aku lakukan,
Jika aku menjadi kamu.

Aku?Kutu?

No comments:

Post a Comment