"Apa kabarmu?"
"Baik." jawabku.
"So, masih sering ketemu Nasrudin?"
"Masih. Tadi malam kita habis ngopi bareng. Kenapa?"
Dia hanya menggoyang-goyangkan kaki, tapi tidak lama. sesaat kemudian dia bertanya lagi.
"Apakah Nasrudin masih melangit?"
"Hahaha ... tentu saja! aku juga, masih melangit. Secara usia kita sama."
"Emang, berapa usiamu?"
"Duapuluh lima tahun."
Hanya "oh" yang terucap dari mulutnya. Lalu diam dan kembali menikmati hamparan rumput di depan sana.
Empat tahun berselang.
Kita kembali pada moment yang sama. Duduk berdua di bawah pohon rindang dan memandangi hamparan rumput. Sampai akhirnya Sedesrem Poi memecahnya dengan pertanyaan.
"Masih ingat Nasrudin? Apakah kamu dan dirinya masih melangit?"
"Masih dong!! Usia kita kan sama."
"Emang, berapa usiamu?"
"Duapuluh lima tahun!!"
"Lho? kok masih duapuluh lima tahun? Bukankah beberapa tahun yang lalu kamu bilang usiamu duapuluh lima tahun? Dasar tukang bohong!!"
"AKU KAN KONSISTEN!"
*jika ada kesamaan nama, tempat dan waktu itu cuma keisengan belaka.
No comments:
Post a Comment