Hari ini aku cuma mau bercerita tentang beberapa murid yang selama ini berguru kepadaku. Sebenarnya banyak sekali murid yang datang dan berguru kepadaku. Rata-rata mereka lulus dalam waktu tiga tahun. Tapi tidak sama halnya dengan mereka. Hari berganti minggu berganti bulan berganti tahun. Murid-murid datang dan pergi. Tapi tidak dengan mereka. Mereka selalu tinggal kelas. Bahkan mereka sepertinya memang sengaja tinggal kelas.
" Sabar?"
" Hadir!"
" Gembira?"
" Hadir!"
" Cinta?"
" Hadir!"
" Sayang?"
" Hadir!"
Mereka berempat memang tidak bisa dikatakan pandai. Tapi anehnya kebodohan mereka malah membuatku bahagia. Setiap hari mereka datang pagi-pagi sekali. Berempat mereka mengambil tempat duduk di deretan depan. Seperti itu saja sudah bisa membuatku merasa nyaman. Kendati hampir setiap pelajaran yang kusampaikan mereka tidak memahami tapi melihat wajah-wajah mereka sudah cukup membuatku tersenyum. Pun mereka selalu memandangku dengan senyum yang sederhana, santai dan tulus. Yang paling romantis adalah ketika pulang sekolah kita berlima berjalan saling bergandengan-tangan.
Tapi beberapa hari ini Sabar dan Gembira tidak terlihat di kelas.
" Sabar?"
" ...... "
" Sabar?", ulangku lagi sambil membenarkan letak kacamata melihat baris demi baris. Tidak terlihat keberadaan Sabar.
" Gembira?"
" ...... "
Sama hal nya seperti Sabar. Gembira juga tak tampak. Di barisan depan hanya ada Cinta dan Sayang. Dua bangku lagi di barisan depan tak lagi nampak dua wajah polos yang biasanya melengkapi barisan depan anak-anak tinggal kelas ini.
Aku tak bertanya pada Cinta dan Sayang. Kemana gerangan teman mereka Sabar dan Gembira. Karena kulihat wajah mereka juga terlihat bingung terhadap keberadaan karib mereka itu.
Walau kini ketika awal sekolah dimulai dan pulang sekolah aku cuma ditemani Cinta dan Sayang. Tapi aku yakin sekali Sabar dan Gembira akan segera masuk sekolah lagi.
Bersama Cinta dan Sayang, ibu menunggu kalian di kelas. Sabar dan Gembira.
No comments:
Post a Comment