6.7.14

Semangat Rp 5.000.000

Tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh modernisme membawa kita pada sesuatu yang tidak tergantikan untuk saat ini. Uang. Uang sudah menjadi tolok ukur kehidupan. Kita hidup cuma untuk mencari uang. Uang yang akan menuntun kita menjadi lebih "baik". Dari sekian banyak orang hidup. Mereka yang bisa hidup dengan cara bercocok tanam dan atau beternak, yang hasilnya hanya  dikonsumsi sendiri dan dengannya mereka sudah merasa cukup, mungkin cuma 0,0001 persen dari seluruh penduduk di dunia. Hambok yakin! Sisanya? Jelas bertumpu pada uang.


Lantas bagaimana cara mendapatkannya? Ya macam-macam. Dari cara halal sampai haram. Dari bekerja, berbisnis sampai kriminal.

Lucunya lagi, mereka yang sudah berusaha mendapatkan uang, masih saja merasa kurang. Bekerja atau tidak bekerja, kebanyakan orang selalu mengeluh kekurangan inilah kurang itulah.

Salah satu contoh kejadian menarik adalah kemarin, ketika seorang rekan kerja mengeluh di dinding media sosialnya.

" Kerja sudah setahun lebih, bukannya penghasilan bertambah, ini malah berkurang."

Begitulah yang terpampang di dinding medsosnya. Mengingat ketika si Boss ikut jajan makan siang di luar, dirinya mendapati bahwa makanan-makanan yang dikonsumsi karyawannya sangatlah tidak sehat dan lumayan mahal. Maka si Boss, mengeluarkan kebijakan, untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pegawai, diadakan makan siang dalam kantor. Akan tetapi dengan adanya program makan siang bersama, maka uang makan mereka berubah menjadi nasi beserta lauk pauk untuk santap makan siang.

Bisa dibayangkan ketika uang makan itu bernilai Rp 7.000 x 30 hari senilai dengan Rp 210.000, tidak lagi menjadi hak karyawan. Jadi setiap bulan 'rasanya' gaji kita berkurang sejumlah itu. Walaupun nilai makan setiap hari jika ditaksir nilainya lebih dari Rp 7.000.

Jadi begitulah, uang belum tergantikan. Uang dengan bantuan media iklan, menjadikannya dewa kehidupan. Alih-alih bersyukur mendapat pemasukan, mereka yang sudah bekerja selalu cenderung mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Sehingga efeknya menjadikan manusia bekerja setengah hati. Karena merasa bahwa apa yang mereka kerjakan tidak mendapat uang yang senilai dengan apa yang dikerjakannya. Telo memang. Tapi begitulah kenyataannya.

Menurut seorang teman, sebut saja namanya Anggara Pramudhita :)

Mereka yang sudah bekerja ini kadang kurang memahami konsep kosong tapi isi, isi tapi kosong. Dimana, jika orang bekerja dengan semangat digaji Rp 5.000.000 kendati dia pada kenyataannya hanya digaji Rp 500.000 apa yang dikerjakan akan mempunyai nilai yang lebih, dan orang akan segera menilai bahwa apa yang dikerjakannya memang bukan sekedar senilai Rp 500.000.

Pun sebaliknya jika kamu digaji Rp 5.000.000 tetapi pada kenyataannya kamu cuma bekerja seperti orang digaji Rp 500.000. Namanya mubazir.

Oke. Jadi kalau kamu mau mencari uang, dengan cara halal tentunya, kerjakan sesuatu dengan semangat bahwa dirimu akan mendapat penghargaan yang paling tinggi.

Selamat Berkarya!! Dan jangan lupa selalu bersyukur ...

2 comments:

  1. ZUPEEER SEWKALI postingan ronshadow kali ini. Salam telo!! mwehehe :*

    ReplyDelete
  2. terimakasih yovi. salam telo... tglo moyo!!

    ReplyDelete