24.3.07

Kepada Siapa?

Gemerlap lampu kota menimpa semua benda. Aspal, pepohonan, kendaraan yang lalu-lalang dan orang-orang. Sebuah pemandangan yang menakjubkan. Hiro selalu suka memandanginya. Malam semakin tua dan akan disambut oleh pagi yang sangat muda. Tulisan Muamar EmKa, Jakarta Underground, ternyata tidak terlalu berlebihan. 

Budaya clubbing dan sex bebas memang sangat normal terjadi di kota-kota besar, Jakarta? Tentu saja!!

Ini kali ke-enam Hiro menginjakkan kaki di tempat clubbing Jakarta. Cj's Club sebuah tempat clubbing kalangan high level-society, bertaburan gemerlap lampu dan dentuman musik top forty. Sebuah tempat clubbing yang menempati salah satu ruang di Hotel Mulia Jakarta . Kata teman, hotel ini sering digunakan para pejabat-pejabat untuk urusan-urusan lobbying dan bergaining. Seperti tempat dugem lainnya, Cj's penuh dengan asap rokok dan manusia-manusia yang sedang asyik nge-floor. Wanitanya muda-muda, cantik dan tentu saja seksi abis. Pria-prianya walaupun ada yang tua tapi tetap perlente. Di tempat seperti ini (sebenarnya) ngobrol jadi mubazir.

"Kamu tahu ngga, perputaran uang di tempat ini dalam semalam?"

Seorang teman bertanya dengan setengah berteriak karena bisingnya dentuman musik yang di bawakan oleh band reguler di cafe itu. Hiro hanya tersenyum (pahit?). Hiro hanya ingin mencari harmoni dalam diri. Ada perasaan rawan ketika dia masuk ke tempat-tempat hiburan semacam ini. Hiro tak tahu apa yang seharusnya dilakukan, selain berusaha menikmati suguhan musik yang hampir selalu menggoda untuk bergoyang. Hiro balas bertanya:

"Kamu tahu ngga, kenapa aku lama di toilet?"
"Muntah ya kamu?"
"Ngga!! Baunya harum sekali! Besok aku mau bikin rumah seperti toilet itu!"
"Huahhahhahaah!! Dasar wong ndeso !!"

Setiap kali Hiro datang ke tempat hiburan seperti itu, menjadikannya teringat pada orang-orang yang berjuang untuk sekedar bertahan hidup. Ingat pada tukang jualan rokok di depan warnet, ingat pada tukang jual mie ayam dan siomay, mereka semua rela naik turun tangga untuk mendapatkan rejeki. Ingat pada tetangga-tetangganya yang sering datang ke rumah untuk meminjam uang. Ingat pada ibunya, yang walaupun, tentu saja, punya kesulitan-kesulitan menghadapi kehidupan harus menyisihkan hasil jerih payahnya untuk membantu tetangganya yang kekurangan. Dan tadi malam Hiro berdiri di tempat seperti ini dengan sebuah pertanyaan dari teman tentang perputaran uang. Kontras dan sekaligus ironis!!

Dan beberapa jam kemudian. Hiro terlempar dari dunia jedug-jedug. Menatap temaram pagi yang muda. Memandangi orang-orang di pinggiran jalan. Termangu-mangu.

Selanjutnya? Hiro kembali bersenggama dengan komputernya. Menumpahkan segala kerawanan hati. Kesal!!

Dan kepada siapa kita pulang, kawan?


dedicated to Tjak Dhohir

No comments:

Post a Comment