3.11.09

Kotak Pos dan Box Telephone

Wanita itu, dengan sangat ekspresif, menggoyang-goyangkan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya memegang gagang telephone dengan gaya elegant. Sebuah komposisi gaya yang unik, disatu sisi ekspresif disisi lain tenang dan kalem.

" Harus berapa kali aku bilang? Aku sedang sibuk sekarang. Sedikit sekali waktuku untuk bertemu denganmu. Kamu harus tahu di lubuk hatiku, aku masih sangat menyayangimu. Jadi tak perlu kamu ragu-ragu dan cemburu seperti itu."

Usianya kurang lebih 30 tahun. Usia dimana menurut beberapa orang adalah usia yang cukup matang, untuk tidak disebut tua, bagi seorang wanita. Usia dimana sebutan perawan tua akan segera atau bahkan sudah disandang oleh sebagian wanita. Tapi percaya atau tidak, penampilannya tidak kalah dengan remaja masa kini. Rambut dicat maroon, asesoris seperti gelang dan syal menempel pada tangan dan leher, kaos warna pink ketat membungkus tubuh atasnya. Rok pendek dan sepatu boot menambah kemolegan tubuhnya. Seperti remaja 20 tahunan.

****

Di sudut yang lain, tidak jauh dari tempatnya menelepon, aku begitu iri terhadap dirinya. Walaupun saat ini telephone sellular sudah menjamur, tapi wanita itu masih saja menggunakan dia. Iya betul. Dia si telephone umum di sudut itu. Belakangan ini sering dipegang2 oleh wanita itu.

Hingga suatu hari, wanita itu memaki-maki box telephone.

" Sial! gimana sih pemerintah! menyediakan fasilitas tapi ga pernah di pelihara!"

Marah pun masih cantik.

Brakkk!!!
Di bantingnya gagang telepon ke tempatnya.

Detik selanjutnya dia melirikku. Satu, dua, tiga, empat ... entah berapa detik berlalu. Tak lagi melirik tapi memandangku dengan tajam untuk selanjutnya pergi.
****

Wanita itu, telah meninggalkanku. Aku yang beberapa waktu ini setia menemaninya. Telah dicampakan begitu saja. Bahkan pertemuanku yang terakhir dengannya meninggalkan bekas luka. Bagian tubuhku lecet-lecet. Sesaat sebelum meninggalkanku dia melirik dirinya. Beberapa minggu ini, kulihat dia begitu setia mengunjunginya. Dari jauh aku hanya sempat melihat langkahnya yang bak peragawati. Langkahnya cepat dan tegas. Untuk selanjutnya berdiri beberapa saat di depan dirinya. Memegangi sebuah amplop berwarna pink. Bahkan amplopnya pun pink.
Jari-jarinya mengelus kotak pos itu dengan belaian sayang. Kemudian tangannya yang lain memasukan amplop itu ke dalamnya.

" Jangan seperti dia ya. Aku harap kamu bisa membantuku."


Ah! Dia sudah mulai membanding-bandingkan. Tapi tak apa setidaknya aku pernah menemaninya.
****

Wanita itu lagi. Dengan amplop pink di tangan. Menghampirinya. Membelainya.

Aku sudah enggan melihat adegan itu. Kualihkan saja pandanganku ke tempat lain. Memandang gedung-gedung pencakar langit. Memandang kendaraan lalu lalang. Memandang pejalan kaki hilir mudik. Sampai pada suatu waktu terdengar suara ...

Bruakkkk!!!

" Sial! Rusak lagi rusak lagi!!

Kulihat disana wanita itu menatapku beberapa detik. Kemudian menatap kotak pos itu. Kemudian disobeknya amplop itu menjadi berkeping-keping. Dilemparkan ke udara. Dan kemudian pergi.
***


What a pity!!

Buat kamu jangan ditunggu lagi tulisanku. Aku lagi sibuk.

3 comments:

  1. Loh pak..gmn ini,saya tnyt setia menunggu tulisanmu..jd jgn menyuruh saya untuk berhenti..hahaha..nggaya bianget yo ak,kok yo GR men nganggep sing mbok ketik 'kamu' d bwh sndiri kui ak..hahaha..
    Putus cinta pak?ada solusi ny..di lem alteco saja,seperti saya yg setia nempel2in hati supaya utuh lagi akibat di injak bolak2 sm pria2 itu..hehehe

    ~ini njlitheng yg bru sj lulus ^,^v~

    ReplyDelete
  2. Ayo Nulis Maneh............... Tetep nekat nunggu pokok e.......

    ReplyDelete
  3. @ponk: nuliso deweee nduk
    @imsak: kowe yo nulis pak dolan wae di upd

    ReplyDelete